Minggu, September 28, 2008

Ini Tentang Menanam Stroberi

Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Bibit Stroberi sebagai Bingkisan

Aku suka dengan tanaman srtoberiku karena ternyata tanaman dari daerah dingin ini bisa tumbuh dengan baik dan berbuah di daerah panas seperti Semarang. Lebih suka lagi kalo buah siap dipetik... hhmmm... sueger....


Tanaman stroberiku yang pernah aku ceritakan beberapa waktu yang lalu sekarang tinggal 8 pohon saja. Padahal dulu; ditambah dengan anakannya ada sekitar 15 pohon. Kenapa begitu?

Berikut ini adalah rangkuman pengalamanku bertanam stroberi.
  • Ke-10 tanaman stroberiku aku tanam dalam polibag dengan media tanam kompos buatan sendiri dicampur dengan tanah hitam. Perbandingannya 2:1.
  • 5 pot aku taruh di tempat yang terlindung. Sinar matahari hanya sampai jam 9 pagi (Lokasi I). 5 pot aku taruh di tempat yang tidak terlindung tapi sinar mataharinya mulai jam 7 sampai jam 11-12 (Lokasi II).
  • Anakan stroberi aku tanam dalam polibag kecil dengan media tanam yang sama; ada yang dipotong/dipisahkan dari tanaman induknya dan ada yang masih terhubung dengan induknya. Anakan ini ditempatkan di lokasi I.
  • Penyiraman dilakukan 2 kali, pagi dan sore. Kata penjualnya tanaman stroberi tidak boleh kekeringan, tanahnya harus selalu lembab tapi tidak becek. Pemberian pupuk cair MOL encer (1 bagian MOL dicampur 15 bagian air) 2 kali seminggu.
  • Bulan pertama, tanaman di Lokasi I masih sama, belum terlihat pertumbuhan berarti. Anakan mati semua, baik yang sudah terpisah maupun yang masih terhubung dengan tanaman induk. Di Lokasi II, tanaman mulai tumbuh daun baru, bahkan ada yang sudah mulai berbunga. Muncul anakan juga.
  • Bulan kedua di Lokasi I tanaman tetap tidak tumbuh, dan mulai ada yang mati. Sebelum semuanya mati, tanaman dipindah ke lokasi II. Tanaman gi lokasi II buahnya sudah bisa dipetik walaupun hanya 1 buah saja.
  • Bulan ketiga, anakan yang sudah agak besar (ada 2 anakan) ditanam sendiri dalam wadah gelas aqua, medianya sekam bakar. Hanya sekam bakar saja tanpa tanah. Anakan masih terhubung dengan tanaman induk. Cara memisahkan anakan ini aku dapatkan dari sebuah buku tentang berkebun stroberi; disebut sebagai stroberi hidroponik.
  • Anakan stroberi yang ditanam secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik. MOL encer juga disiramkan ke anakan ini. Akarnya juga bisa tumbuh dengan cepat, dari luar gelas terlihat garis-garis putih seperti benang hingga menyentuh dasar gelas. Tanda lain anakan sudah siap ditanam sendiri adalah tangkai penghubung ke tanaman induk mulai kecoklatan dan mengering, potong saja. Anakan sudah siap dipindahkan ke tempat yang lebih besar.
  • Satu anakan aku berikan kepada Gisella yang juga ingin menanam stroberi. Yang satunya lagi, rencananya, aku pengen coba tanam secara hidroponik yaitu dengan media tanam sekam bakar saja dan dipupuk pake MOL encer.
Hasil stroberiku memang masih sedikit banget tapi aku senang dengan tanaman ini karena tanaman yang biasanya hanya tumbuh di daerah dingin ini ternyata bisa juga tumbuh dan berbuah di daerah panas seperti Semarang. Lagian kalo kebutuhan sinar mataharinya tercukupi/pas, tanaman ini tidak perlu perawatan yang njelimet. Cukup disiram secukupnya (jangan sampai kekeringan), dipupuk, dan membuang daun-daun yang sudah mulai kering. Hama pengganggu juga hampir gak ada, hanya beberapa belalang hijau kecil saja.


Read More......

Jumat, September 26, 2008

TOGA: Pegagan

Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Tanaman Pegagan


Bentuk daunnya bulat, mirip seperti kipas lipat jadul yang terbuat dari lipatan-lipatan kertas putih bergambar panda. Katanya tanaman ini berkhasiat obat, untuk lebih jelasnya dapat dibaca disini. Aku mendapatkan bibit tanaman ini dari kakakku. Tanaman ini memiliki nama keren centella asiatica.




Awalnya agak susah menanam pegagan ini di Semarang. Mungkin karena dibawa dari daerah yang agak sejuk jadi perlu banyak penyesuaian. Pertama kali menanam pegagan gagal total alias mati semua karena kepanasan dan kekeringan. Kemudian, bulan Juni yang lalu aku bawa lagi bibit pegagan sekantong kresek penuh (beli di pasar seharga lima ratus rupiah).

Daun-daun pegagan yang segar aku buat jus, cara membuat dan fotonya ada disini. Sisa batang dan akarnya aku tanam dalam pot dari baskom plastik yang sudah pecah, juga dalam beberapa pot kecil. Media tanam yang digunakan adalah kompos yang dicampur tanah hitam. Perbandingannya 2:1 atau 1:1. Pupuk yang digunakan adalah pupuk cair MOL tapai (MOL yang diencerkan 1:15). Pemupukan 2 kali dalam seminggu.

Pada awal-awal pertumbuhan, daun yang keluar kecil-kecil seperti kerdil. Ada juga yang tidak tumbuh dan mati. Aku lalu mulai memindahkan posisi pot untuk mencari tempat yang pas agar pegagan dapat tumbuh dengan baik. Dari sini aku jadi tahu tempat yang cocok bagi pegagan.

Pegagan harus kena sinar matahari. Yang paling baik adalah sinar matahari pagi hingga jam 10. Setelah itu usahakan terlindung. Dengan kondisi seperti ini daun pegagan akan tumbuh lebar dan berwarna hijau segar. Sedangkan yang diletakkan di tempat yang banyak terkena sinar matahari atau tidak terlindung, daun yang muncul lebih kecil dan berwarna hijau pucat agak kekuningan.

Dalam berkebun ternyata penting juga mengetahui "selera" tanaman terhadap sinar matahari. Salah penempatan akan membuat tanaman jadi ngambek dan males tumbuh.

Read More......

Padiku, hu..hu..hu..


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Tanaman Padi yang Rusak

Kemarin siang aku mendapati tanaman padiku yang tumbuh kekar dan subur porak-poranda seperti habis diterjang angin lesus. Batang-batangnya yang semula kokoh patah berserakan di tanah dan bulir-bulir padinya tertunduk lesu.....



Aku masih punya satu pot padi yang belum panen. Jarak waktu tanam dengan yang lama sekitar 1 bulan. Setelah melihat hasil panen pertama yang hanya setengah ons gabah kering, aku mulai rajin merawat tanaman padi yang satu ini dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik. Karena lebih terawat maka tanaman padi ini tumbuh dengan subur. Daunnya berwarna hijau segar dan anakannya berdiri dengan kokoh.

Seminggu atau dua minggu yang lalu padiku mulai berbulir. Dibandingkan dengan tanaman yang lama, bulir padi yang sekarang lebih besar dan berisi. Jumlah bulir padi yang menempel di tangkainya (malai?) kelihatannya juga lebih banyak. Semakin semangat aku merawatnya.

Sampai akhirnya badai itu datang..... Kemarin siang, sepulang jemput sekolah, aku mendapati tanaman padiku yang semula tumbuh kekar dan subur porak-poranda seperti habis diterjang angin lesus. Batang-batangnya patah berserakan di tanah dan bulir-bulir padinya tertunduk lesu dan kering. Huaaaaa...!!! Ulah siapa ini.....???

Gemes banget rasanya.... Ugh! pas sedang bagus-bagusnya kok malah jadi begini... bayangkan saja, separoh tanaman padiku hancur! Seharian aku jadi penasaran, sebentar-sebentar ngeliat keluar pengen tahu siapa biang kerok semua ini dan rasa penasaranku terjawab sore harinya. Ternyata... yang bikin ulah adalah ayam tetangga. Sore itu aku liat ada tiga ekor ayam, 2 babon dan 1 jago naik ke atas pot padiku dan menggelar pesta prasmanan disana! Walah.. pantes aja rusak, lha ayamnya gede-gede gitu.....

Walaupun jengkel, tapi... Ya sudah, mau bilang apa? Wong urusannya sama ayam.... Biarlah ayam-ayam itu menikmati hari-hari terakhirnya karena saat lebaran nanti pemiliknya akan menjadikan mereka teman makan ketupat...


Read More......

Senin, September 15, 2008

Metamorfosis


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Kupu-kupu Kertas

Metamorfosis adalah perubahan bentuk fisik pada hewan; dari larva hingga menjadi hewan dewasa. Definisi ini sudah aku kenal sejak duduk di bangku SD, tapi melihat sendiri proses metamorfosa berlangsung baru kualami beberapa hari yang lalu.




Aku mengenal kata metamorfosis pada mata pelajaran IPA saat aku duduk di bangku SD. Aku juga ingat kalau hewan yang mengalami metamorfosis sempurna adalah kupu-kupu. Proses perubahannya tergambar jelas dalam buku IPA. Bahkan beberapa tahun yang lalu ada lagu iseng tentang perubahan bentuk kupu-kupu ini, kira-kira seperti ini syairnya...

Telur-telur, ulat-ulat, kepompong, kupu-kupu, kasihan deh lu.....

Setelah selama puluhan tahun hanya mengenal kata metamorfosis saja, akhirnya beberapa hari yang lalu aku dapat melihat sendiri proses terjadinya metamorfosa pada serangga. Semua ini bisa kualami berkat kegiatan berkompos. Lho, apa hubungannya dengan berkompos?

Ketika sedang memotong-motong sampah hasil benah-benah tanaman yang ada di depan rumah, aku menemukan seekor ulat besar menempel pada tanaman pacar air (atau apa namanya, aku gak tahu persis). Ulat ini berwarna hijau daun, ada titik-titik merah di punggungnya.

Waktu itu aku pengen mengenalkan perubahan bentuk hewan ini kepada anakku. Lalu aku ambil stoples plastik transparan dan aku masukkan ulat gendut itu ke dalamnya. Masukinnya pake kayu, kalo langsung dipegang pake tangan... hiii.. gak berani....! Stoples kemudian diisi dengan daun-daunan dan bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Selama beberapa hari ulat ini sibuk memakan daun-daun dengan lahapnya dan kemudian berhenti makan. Si ulat mulai menutupi badannya dengan dedaunan yang tersisa dan diam tidak bergerak sama sekali. Waktu itu aku gak yakin antara mulai jadi kepompong atau mati.

Karena sudah tidak ada perubahan apa-apa aku jadi tidak perhatian lagi sama isi stoples ini, aku diamkan saja. Kemarin, secara tidak sengaja aku melihat stoplesnya.. eh, di dalamnya sudah ada seekor serangga bentuknya seperti ngengat besar. Oh, ternyata hewan peliharaanku masih hidup dan sekarang sudah berubah wujud dari hewan merayap menjadi hewan bersayap.... WOW!


Aku juga melihat metamorfosa pada uret yang selama ini selalu aku temukan dalam kompos matangku. Uret yang berwarna putih agak transparan ini saat menjadi kepompong membalut tubuh gendutnya dengan butiran-butiran kompos halus; bentuknya menjadi bulat seperti kacang atom. Kalo bulatan ini dibuka, didalamnya terdapat serangga muda yang belum sempurna bentuknya. Aku mengambil beberapa bulatan dan aku taruh dalam plastik mika bekas kemasan stroberi. Bagian atas plastik mika ini berlubang sehingga ada sirkulasi udara. Jika sudah waktunya keluar, kulit pelindung yang terbuat dari butiran kompos ini akan dihancurkan dan kemudian keluarlah seekor serangga berwarna hitam kecoklatan. Bentuknya seperti kepik tapi lebih lonjong, di mulutnya ada semacam capit kecil. Oooh, ternyata larva dari binatang ini to yang menyebabkan beberapa tanamanku mati...

Belajar dengan mengalami sendiri ternyata rasanya lebih mantap dibandingkan dengan hanya mengenal teori....

Telur-telur, ulat-ulat, kepompong, kupu-kupu, metamorfosa......


Read More......

Rabu, September 10, 2008

Tas dari Sampah Plastik


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Tas dari Plastik Deterjen Bubuk

Kalo kemaren-kemaren sampah plastik dicombine sama rajutan, kali ini aku coba jahit pake mesin jahit. Fuiih! ternyata susah juga jahit plastik, apalagi kalo pake acara benang kusut segala....



Awal puasa kemaren anakku libur 2 hari; hari Senin dan Selasa. Tapi karena sekolahnya cuma sampai hari Jumat, maka total liburnya jadi 4 hari. Kesempatan liburan ini aku pake buat ngerawat kompos yang selama ini agak kurang perhatian dan merapikan simpanan sampah plastik.

Sampah plastik yang kira-kira bisa dirajut aku gunting-gunting menjadi 'benang plastik' dan digulung sesuai warnanya untuk memudahkan saat merajut nanti.

Memilah sampah plastik antara yang masih bisa 'disulap' menjadi barang yang lebih berguna dengan yang tidak. Yang masih bisa 'disulap' disimpan dalam satu kantong plastik sedangkan yang tidak terpakai disumbangkan ke pemulung yang lewat.

Saat memilah-milah plastik, aku tertarik dengan plastik kemasan deterjen bubuk karena ukurannya pas untuk dijadikan tas. kebetulan persediaannya juga lumayan, cukup-lah untuk buat beberapa buah tas.

Pada tas pertama (gb kiri) plastik deterjen aku ambil gambar depannya saja, dibutuhkan 2 lembar. Cara membuatnya, lipat kedalam bagian atas masing-masing plastik selebar 3-5cm. Pasang pegangan pada plastik bagian depan dan bagian belakang. Satukan plastik, jahit sisi kanan, kiri dan bawah sambil ditutup dengan band/tali plastik. Selesai.

Pada tas kedua (gb kanan) plastik deterjen dibagi menjadi 8 bagian, dibutuhkan 2 buah kemasan plastik deterjen. Potongan-potongan tadi kemudian dilipat menjadi 2 bagian dan disambung-sambung lagi sehingga menjadi lembaran yang tebal (plastiknya didobel). Proses selanjutnya sama seperti diatas (tas pertama). Sayang, tas kedua ini baru setengah jadi. Mendadak mesinnya ngambek, benangnya jadi kusut. Aku sudah coba putar sana, putar sini hasilnya sama saja, kusut!! Wah, terpaksa harus panggil tukang service nih....

Hasil tas jahitanku tidak rapi, jahitannya potong bebek angsa (serong kanan.... serong kiri....). Susaaah bener jahit plastik...

Read More......

Rabu, September 03, 2008

Panen Padi


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Hasil Panen


Akhirnya panen padi juga! Hasilnya...? Satu butir gabah bisa menghasilkan panenan sebanyak setengah kwintal... eh, maksudnya setengah ons saja. Sedikit sekali.... tapi gak papa, biar sedikit yang penting kan hasil tanam sendiri....


Benih padi unggul varietas sintanur aku tanam dalam ember besar diameter 45cm dan tinggi 30cm. Media tanamnya adalah 2 bagian kompos dicampur dengan 1 bagian tanah. Pupuk yang digunakan adalah pupuk MOL tape yang sudah diencerkan.

Benih padi ini aku tanam sejak 7 April 2008. Seharusnya sudah bisa dipanen dalam 90 hari, yaitu pada bulan Juli 2008. Tapi karena kurang rajin merawat dan menyiram MOL panen jadi mundur bulan September 2008. Masa' mundurnya 2 bulan... kalo ini mah kebangetan malesnya..he..he...

Padi tidak aku panen sekaligus, setiap ada padi yang sudah kuning aku ambil dulu untuk menyelamatkan dari serangan ayam tetangga. Setiap kali ada tangkai yang semua bulirnya sudah kuning dipotong pake gunting terus dipipil, dimasukkan ke dalam kantong dari kain kasa terus dijemur/diangin-anginkan biar kering. Begitu terus sampai habis dipanen semua.

Gabah hasil panenan kemudian ditimbang dengan timbangan digital. Angka menunjukkan 62gr total beratnya. Dikurangi dengan berat wadah sebesar 12gr jadi hasil panennya 50gr.

Walaupun hasilnya tidak memuaskan tapi aku senang dengan tanam padi ini. Setelah ini aku akan tetap menanam padi biar cuma 1-2 pot saja. Aku sudah terlanjur suka dengan suara berisiknya "kresek-kresek" daun padi yang saling bergesekan karena tertiup angin....


Read More......