Rabu, April 30, 2008

Mainan dari Sampah - 3: Boneka Tangan


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Boneka Tangan dari Kotak Sabun

Barang-barang bekas di rumah jangan buru-buru dibuang. Cari ide untuk “menyulapnya” menjadi sesuatu yang lebih berguna.







Kali ini aku membuat boneka tangan. Alat dan bahannya adalah: kotak bekas sabun mandi 2 buah, kertas warna atau kertas lipat, lem/double tape, gunting, dan spidol.

Cara membuatnya:


Satu. Ambil satu kotak sabun. Lipat ke dalam setiap “lidah” kotak sabun. Rekatkan dengan lem atau double tape (gb.1).


Dua. Kotak sabun yang kedua tidak usah dilipat.


Tiga. Menggabungkan kedua kotak sabun: masukkan “lidah panjang” kotak sabun kedua ke dalam kotak sabun pertama. Rekatkan dengan lem atau double tape. Lidah pendek dibiarkan untuk telinga (gb.2).


Empat. Kerangka boneka tangan sudah jadi. Sekarang tinggal membungkusnya dengan kertas warna atau kertas lipat. Warna disesuaikan dengan karakter binatang. Misal aku membuat boneka buaya, jadi warnanya hijau.


Lima. Beri mata, lubang hidung, gigi, dan hiasan lainnya sehingga boneka tangan ini jadi lebih menarik.

Membuatnya mudah kan….. Dijamin anak pasti senang memainkannya!

Banyak karakter yang dapat dimunculkan dengan kotak sabun ini. Selain buaya, aku juga membuat harimau dan singa tapi yang masih utuh cuma yang buaya, yang lainnya sudah sobek-sobek.

Selamat berkreasi ya, ciptakan karakter-karakter lain yang lebih menarik!

Read More......

Jumat, April 25, 2008

Panen Raya Kangkung


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Anak-anak Petani


Aku dan beberapa tetanggaku sedang mencoba menggarap “lahan tidur” yang ada di sekitar lapangan RT. Sebagian lahan tersebut ditanami lidah buaya, sanseviera, kangkung, terong, kacang hijau, dan kenikir.



Lidah buaya, sanseviera, dan kangkung mulai ditanam sejak bulan Februari- awal Maret 2008 ketika masih banyak turun hujan. Lidah buaya dan sanseviera dibiarkan tumbuh sendiri, artinya tidak dilakukan penyiraman ataupun pemupukan. Semuannya murni tergantung alam. Sejauh ini pertumbuhannya cukup bagus, mulai muncul anakan kecil.

Waktu masih banyak turun hujan, kangkung juga "dipelihara oleh alam". Kami hanya mencabuti rumput-rumput liar disekitarnya saja. Setelah jarang turun hujan, perawatan tangan manusia mulai diperlukan. Menyiram tanaman setiap kali tanah terlihat kering dan memberi pupuk cair MOL beberapa hari sekali (tepatnya, kalo pas inget. Hehehe…)

Walaupun dengan perawatan ala kadarnya, kangkung dapat tumbuh dengan baik. Ditambah “alam yang baik hati” menurunkan hujan deras selama 2 hari. Pertumbuhan kangkung jadi tambah “melesat” hingga dapat dipanen.

Kemarin sore, kami beserta anak masing-masing turun ke ladang untuk memanen kangkung. Ibu dan anak yang sudah besar mencabut kangkung, anak yang lebih kecil membersihkan akar kangkung dari tanah yang menempel dan memasukkan ke dalam ember. Sebuah kerja sama yang manis……

Kangkung yang sudah dipanen kemudian dicuci dan diikat rapi. Berat per ikatan 250 gram. Hasil panen kemudian dijual ke warga sekitar. Rasanya puaaas banget, iseng-iseng yang menghasilkan.

Kami menyebutnya “Panen Raya Kangkung” karena dari sepetak kecil lahan tidur dapat dihasilkan hampir 60 ikat kangkung @250 gram!

Read More......

Memanfaatkan Lahan Tidur


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Drip Irrigation

Menjadi petani itu tidak gampang. Hal ini sudah kualami sendiri dari pengalamanku menanam padi di pot dan menggarap sepetak tanah.


Aku dan beberapa tetanggaku sedang mencoba menggarap “lahan tidur” yang ada di sekitar lapangan RT. Sebetulnya, pemanfaatan lahan tidur ini merupakan program Rumah Pintar untuk kegiatan ibu-ibu; tapi ternyata tidak mendapat respon yang baik. Mereka menganggap kegiatan ini tidak ada gunanya, dan hanya buang-buang waktu saja.

Kemudian Bu RT mengajak ibu-ibu yang mau saja untuk menanam di lahan tidur ini. Ada 4 orang ibu yang bersedia, termasuk aku. Kami hanya merasa sayang saja, sudah mengeluarkan uang untuk jasa mencangkul membuat bedengan-bedengan kok sekarang tidak diolah (dulunya tanah ini ditumbuhi rumput liar) .

Sebagian besar lahan ditanami lidah buaya dan sanseviera. Masih ada sisa dua petak kecil lahan kami tanami kangkung, terong, kacang hijau, dan kenikir. Lidah buaya, sanseviera, dan kangkung mulai ditanam sejak bulan Februari- awal Maret 2008 ketika masih banyak turun hujan. Terong dan yang lainnya ditanam akhir Maret 2008 saat hujan sudah jarang turun.

Ternyata menanam di ladang itu sulit, apalagi jenis tanahnya tanah liat. Kalo habis hujan tanah jadi licin dan lengket banget tapi kalo kering jadi keras banget dan retak-retak. Agar mudah ditanami dan dicangkul, tanah mesti lebab-lembah saja. Masalahnya adalah di sekitar lahan tidak ada sungai atau kolam sehingga kami kesulitan dalam menyiram. Terpaksa kami membawa air dari rumah dengan menggunakan ember. Walaupun jarak ladang dengan lokasi rumah tidak jauh, sekitar 100 meter, tapi kalau mesti dilakukan setiap hari ya capek juga.

Akhirnya penyiraman dilakukan seperlunya saja. Kalau tanahnya sudah kelihatan kering sekali baru disiram. Lalu aku cari-cari informasi di internet tentang cara menyiram tanaman yang efektif dan tidak “merepotkan”. Aku menemukan sebuah “alat penyiram” sederhana berbahan botol plastik bekas. Tutup botol dilubangi – kecil saja, botol diisi air hingga penuh, lalu botol "ditanam" di dekat pohon dengan posisi terbalik. Air yang ada dalam botol akan menetes membasahi daerah di sekitar tanaman. Belakangan aku tahu dari Pak Sobirin, cara penyiraman seperti ini namanya “drip irrigation” yang digunakan di NTT dan Negara-negara yang sulit air. Kata Pak Sob juga, jika diterapkan dalam pertanian yang sesungguhnya, ongkos produksi akan lebih besar dari hasil panen.

Aku tetap menggunakan cara ini dalam “pertanian mini” kami. Tentu saja aku tidak mau keluar uang untuk membeli “alat penyiramnya”. Aku manfaatkan saja kotak-kotak susu UHT ukuran 1 liter yang selalu tersedia di rumahku. Bagian dasar kotak dilubangi pake paku kecil, cukup satu lubang saja. Airnya akan habis dalam setengah hari. Pengisisan air tergantung cuaca, kalo panas ya setiap hari, tapi kalau mendung bisa diganti 2-3 hari sekali.

Cara ini kelihatannya cukup efektif, hingga hari ini tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tidak kekeringan. Selain itu, membawa air dalam kotak susu jauh lebih mudah daripada dalam ember. Selain diisi air ledeng, kotak susu kadang juga diisi dengan MOL encer sebagai pupuknya.


Harapan kami, semoga saja dengan cara dan kemampuan yang seadanya “lahan tidur” dapat berubah menjadi lahan produktif.

Read More......

Selasa, April 22, 2008

Padi Sintanur Umur 14 Hari


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Padi Dalam Kurungan


Tanaman padiku sudah berumur 14 hari. Pertumbuhan padi unggul varietas Sintanur ini sangat cepat. Jumlah helai daunnya sudah bertambah banyak dan panjang.


Minggu, 6 April 2008 aku merendam 10 butir benih padi dalam air tawar biasa.
Senin, 7 April 2008, sebagian benih padi disemai secara langsung dalam ember ukuran 45cm X 30cm dan polybag ukuran 50cm X 50cm. Sebagian disemai dalam pot kertas buatan sendiri. Satu benih aku berikan kepada tetangga sebelahku, Ibu Wenny.
Selasa, 8 April 2008, 2 benih padi hilang dipatok ayam. Padi kemudian diberi pelindung gelas plastik transparan yang dibolong-bolong.
Rabu, 9 April 2008, pot semai kertas diserang jamur, benih dipindahkan ke pot besar.
Senin, 14 April 2008, tunas padi mulai berdaun 2 helai dan tumbuh dengan cepat. Dalam satu hari pertumbuhannya sudah terlihat jelas.

Pertumbuhan padi Sintanur ini sangat cepat. Jumlah helai daunnya sudah bertambah banyak dan panjang. Tinggi pohon sudah lebih dari 20cm, bahkan daun yang terpanjang mencapai hampir 30cm. Pengaman berupa gelas plastik sudah tidak dapat melindunginya lagi.

Rumahku tidak mempunyai halaman sehingga pot-pot padiku kutaruh diluar pagar rumah. Karena berada di pinggir jalan, maka ada banyak faktor yang dapat mengganggu pertumbuhan padiku. Diantaranya, tikus got, burung, ayam, bola voli nyasar (di depan rumahku ada lapangan voli yang sudah mulai digunakan lagi) dan anak-anak kecil yang rasa ingin tahunya besar.

Aku mulai memikirkan pengaman yang dapat melindungi tanaman padiku sekarang dan sampai berbulir nanti. Pilihanku jatuh pada ram kawat yang biasa digunakan untuk mengayak pasir. Cara membuatnya, ram kawat cukup digulung saja sesuai dengan diameter pot bagian dalam, ujungnya “dijahit” dengan kawat kecil, bagian atas dilipat ke dalam sehingga tidak ada bagian tajam yang keluar. Bagian bawah tidak perlu dilipat. Bagian bawah ini kemudian diletakkan dengan sedikit dibenamkan ke dalam tanah. Selesai sudah Kurungan padiku.

Kata Pak Sobirin, jika sudah berbulir tinggi padi bisa mencapai 70cm jadi ram-ramannya harus lebih tinggi. Aku membuatnya 75cm. Bagian atas masih dibiarkan terbuka. Mungkin kalau sudah berbulir bagian atas perlu ditutup agar burung tidak dapat masuk.

Menanam padi di pot itu asik! Ayo, siapa lagi yang mau menyusul……

Read More......

Jumat, April 18, 2008

Tikus Lagi, Tikus Lagi….

Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Keranjang Bambu Berlubang


Tikus-tikus nakal tidak saja menghabiskan tunas-tunas padiku (lihat artikel tanggal 6 April 2008), tapi juga merusak komposter keranjang bambuku.


Selama berkompos aku sudah mencoba menggunakan beberapa komposter, yaitu keranjang sampah bekas, keranjang pakaian+dos bekas air mineral, dan keranjang bambu. Dari ketiga komposter ini aku merasa cocok dan “pas” menggunakan keranjang bambu.

Di rumah aku mempunyai 4 komposter keranjang bambu. Banyak ya? Iya, soalnya aku setiap hari mendapat “sumbangan sampah” dari tetangga yang tidak mau mengolah sampah sendiri. Dua keranjang berisi sampah daun-daun kering dengan starter MOL. Dua keranjang dengan starter kompos matang, isinya sisa sayur non protein, nasi, roti basi, amapas kelapa, dll.

Untuk memudahkan “para donatur” memasukkan sendiri bahan kamposnya, keranjang-keranjang itu aku taruh di depan rumah, di bawah pohon mangga. Di tempat ini keranjang cukup terlindung dari sinar matahari, hanya saja atasnya perlu diberi plastik untuk melindungi jika sewaktu-waktu turun hujan. Keranjang-keranjang ini aku tutup dengan “tampah” bambu yang ukurannya disesuaikan dengan besarnya keranjang.

Selama ini aku nyaman banget sama komposter keranjang bambuku. Harganya murah, keranjang+tampah tidak sampai Rp. 20.000,-. Muatnya cukup banyak, ngaduknya juga gampang dan lebih merata karena keranjang bisa diputar-putar sehingga bisa ngaduk dari berbagai sisi. Kelemahannya, katanya keranjang lama-kelamaan akan dimakan bakteri kompos juga. Tapi, punyaku untuk 2 kali panen masih bagus.

Kelemahan lainnya baru saja kutemukan, yaitu dimakan tikus! Beberapa hari yang lalu aku mendapati keranjang yang berisi sisa makanan sudah berlubang dan sebagian isinya berhampuran keluar! Rupanya aroma roti basi menarik perhatian tikus untuk medekat. Waduh…. Gimana nih….., komposnya belum jadi je……

Kebetulan ada satu keranjang yang kosong karena habis dipanen dan belum terisi lagi, jadi aku pindahkan saja kompos yang berhamburan ke keranjang itu.

Sekarang aku lagi cari cara nih bagaimana nambal keranjang yang bolong dan melindungi keranjang-keranjang yang lain dari tikus. Masalahnya kan keranjang ada di luar, mestinya yang berulah adalah tikus-tikus got.

Mungkin keranjangnya mesti dilapisi kawat kasa yang sering dipakai untuk nyaring pasir ya…..
Buat para pembaca, ada usulan tidak untuk melindungi keranjang dari tikus?

Read More......

Senin, April 14, 2008

Pertumbuhan Padi Sintanur Umur 7 Hari


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Pertumbuhan Sintanur Umur 7 Hari

Pertumbuhan padi unggul varietas Sintanur sangat cepat. Bahkan dalam satu hari pertumbuhannya sudah terlihat jelas.


Minggu, 6 April 2008 aku merendam 10 butir benih padi unggul varietas Sintanur dalam air tawar biasa.

Senin, 7 April 2008, benih-benih padi disemai. Persemaian dilakukan secara langsung dalam ember ukuran 45cm X 30cm dan dalam polybag ukuran 50cm X 50cm. Persemaian juga dilakukan dalam pot kertas buatan sendiri. Satu benih aku berikan kepada Ibu Wenny dan disemai dalam pot ukuran 30cm X 30cm

Selasa, 8 April 2008, baru sehari ditanam, padiku hilang 2 karena dipatok ayam tetangga. Padi kemudian dibuatkan pelindung berupa gelas plastik transparan yang dibolong-bolong.

Rabu, 9 April 2008, pot kertas tempat persemaian benih diserang jamur sehinga benih harus segera dipindahkan ke pot besar agar tidak tertular.

Setiap hari padi aku siram. Kalau hari panas disiram pagi dan sore. Kalau hari hujan cukup satu kali saja. Pemberian MOL setiap hari Senin dan Kamis. Kalau ada rumput liar langsung dicabut. Di beberapa literatur yang pernah kubaca, pencabutan rumput liar, selain untuk mengurangi persaingan makanan juga dapat menambah oksigen dalam tanah. Ketika rumput dicabut, tanah akan berlubang dan dari lubang inilah kemudian oksigen akan masuk ke dalam tanah.

Pemakaian gelas plastik sebagai pelindung cukup efektif. Tanaman padi terhindar dari serangan tikus dan ayam tetangga. Tanaman padi juga tidak rusak karena guyuran air hujan, bahkan hujan yang sangat deras sekalipun. Paling-paling tusuk satenya jadi sedikit terbenam sehingga bibir gelas menyentuh tanah. Ini tidak masalah karena letaknya dapat dibetulkan lagi.

Hari ini, umur padi sintanurku genap satu minggu. Pertumbuhannya semakin melesat, bahkan dalam satu hari perbedaannya sangat jelas terlihat. Tunas padiku mulai berdaun 2 helai dan tumbuh semakin panjang.

Tanaman padiku mulai menarik perhatian setiap orang yang melewatinya. Komentarnya bermacam-macam, ada yang heran, memuji, penasaran… ada juga yang mencemooh dan menganggapku sebagai orang yang kurang kerjaan!

Tidak apa-apa, orang bebas berpendapat. Yang penting aku tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain dan aku enjoy dengan apa yang aku lakukan.

Read More......

Jumat, April 11, 2008

Sintanur Mulai Bertunas


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Sintanur Umur 3 Hari Berakar Panjang

Kegagalan Jadi Petani Ember I tidak membuatku berhenti mencoba. Segenggam benih padi dari Pak Sobirin itu jika dihitung mungkin jumlahnya ribuan. Berarti masih ada ribuan kesempatan untuk mencoba lagi.

Minggu, 6 April 2008 aku merendam 10 butir benih padi unggul varietas Sintanur dalam air tawar biasa. Sebelumya benih dites dulu dengan air garam. Semuanya tenggelam, berarti benihnya bagus.

Senin, 7 April 2008, benih-benih padi itu mulai aku semai. Sebagian disemai langsung dalam ember ukuran 45cm X 30cm dan dalam polybag ukuran 50cm X 50cm. Satu benih aku berikan kepada tetangga sebelahku, Ibu Wenny, yang juga pengen coba jadi petani ember. Sisa benih aku semai di pot kertas buatan sendiri.

Selasa, 8 April 2008, baru sehari ditanam, padiku sudah hilang 2 karena dipatok ayam tetangga. Satu dari potku dan satu dari pot Ibu Wenny. Aku lalu mebuatkan pelindung berupa gelas plastik transparan yang dibolong-bolong. Gelas tersebut ditutupkan diatas benih padi. Untuk menambah sirkulasi udara, aku menancapkan 4 batang tusuk sate di sisi dalam gelas sehingga jika gelas ditutupkan posisinya akan menggantung dan bibir gelas tidak menempel pada tanah. Ada rongga kecil untuk aliran udara.

Masalah kembali muncul di hari ke-3. Kali ini bukan serangan “hama” tapi jamur. Jamur ini muncul pada sisi luar pot semai kertas kemudian menulari media tanam. Penyebab timbulnya jamur mungkin karena hujan selama beberapa hari dan udara yang lembab. Cepat-cepat tunas padi aku pindahkan ke pot besar. Pot semai kertas aku robek, kemudian tunas padi aku ambil dengan hati-hati. Pot semai yang berjamur itu aku buang.

Saat membuka pot kertas aku melihat bahwa akar padi sudah tumbuh panjang, bahkan hampir mencapai dasar pot padahal tunasnya masih kecil banget. Jadi benar jika dikatakan bahwa perakaran padi sangat hebat sehingga jika ingin menanamnya dalam pot dibutuhkan pot yang besar; minimal ukuran 30cm X 30cm.

Semoga perakaran yang hebat akan diikuti dengan panenan yang hebat pula.

Read More......

Rabu, April 09, 2008

Mainan dari Sampah – 2: Mobil Kardus


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2007, Truk Kotak Susu
Tidak sulit menyulap sampah menjadi mainan, hanya butuh kreatifitas dan sedikit ketekunan. Anak juga bisa dilibatkan dalam proses pembuatannya sehingga akan timbul rasa “memiliki” pada diri anak.

Jika seorang balita ditanya, “Nak, Ulang Tahun nanti mau hadiah apa”; bisa ditebak jawabannya pasti “Mainan”. Tak heran, sekarang ini toko khusus mainan anak-anak ada dimana-mana. Jenis mainannya juga sudah tak terhitung banyaknya, harganya juga bervariasi dari yang murah banget sampai yang mahal banget.

Dalam memilih mainan untuk balita, kita juga harus hati-hati. Mesti diperhitungkan faktor keamanannya. Ada kan mainan yang harganya murah banget….eh, nggak tahunya mengandung zat-zat berbahaya. Mainan yang mahal, umumnya mencantumkan label non toxic dan batasan umur anak yang dapat memainkannya. Tapi sayangnya, anak balita belum bisa merawat mainan. Rasa ingin tahunya masih sangat besar sehingga mainan tersebut tidak berumur panjang. Kalau diumpamakan sebuah bengkel, “terima bongkar tidak terima pasang”.

Aku sendiri jarang membelikan mainan untuk anakku, dan untungnya anakku juga bukan type anak yang harus selalu dituruti keinginannya. Jadi, kadang di toko mainan dia cuma lihat-lihat saja, pegang sana, pegang sini tapi tidak minta dibelikan. Di rumah, anakku memang punya banyak mainan tapi “warisan” dari sepupu-sepupunya.

Selain bermain dengan mainan “second” anakku juga bisa bermain dengan apa saja; misalnya kursi, ember, gelas & botol plastik bekas air mineral, kotak-kotak bekas, daun, rumput, batu, botol bedak baby, dll. Karena sifatnya yang bisa bermain dengan apa saja inilah yang mendorong aku untuk membuat mainan dari barang-barang bekas yang ada disekitar. Barang-barang yang biasa kumanfaatkan adalah kotak bekas kemasan susu UHT dan Koran atau majalah bekas. Salah satu mainan buatanku adalah truk kotak susu.

Badan truk ini dibuat dari 6 buah kotak susu UHT 125ml, 1 buah kotak susu UHT 1 ltr, beberapa kertas Koran sebagai “pemberat” dan sebagai “cover”. Cara membuat pemberat, kertas Koran dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam kotak susu 125ml. Satu kotak susu berisi 2 lembar besar kertas Koran. Kotak-kotak susu ini kemudian dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi body truk (bentuk sesuai selera) dan kotak susu yang besar sebagai kontainernya.

Roda truk dibuat dari majalah bekas yang dilinting serong dengan bantuan pensil seperti melinting Koran pada pembuatan Keranjang Telur Paskah, 26 Februari 2008 tapi mulainya dari salah satu sudut kertas/posisi serong. Lintingan kertas kemudian digulung hingga menyerupai roda. Satu roda membutuhkan 2 lintingan kertas. Ide roda ini aku dapatkan di blog sampahnya Henny http://blogsampah.blogsome.com/ ttg pembuatan mangkok kertas. Sebagai as roda digunakan sedotan air mineral dan tusuk sate.

Tidak sulit menyulap sampah menjadi mainan, hanya butuh kreatifitas dan sedikit ketekunan. Anak juga bisa dilibatkan dalam proses pembuatannya sehingga akan timbul rasa “memiliki” pada diri anak. Waktu membuat truk ini anakku yang kebagian tugas mencuci semua kotak susu dan menjemurnya.

Banyak manfaat yang aku dapatkan dari mainan sampah ini. Yang pertama dari segi biaya jelas super hemat, kemudian anakku jadi “sayang” sama truknya karena “ikut membuat”. Kalau rusak bisa diperbaiki, kalau bosan bisa diganti modelnya. Misalnya, bosan dengan truk kontainer tinggal dicopot kontainernya sudah jadi truk tronton.

Roda truk kotak susu yang semula ada 8 sekarang tinggal 4, warna kertas korannya juga sudah kumal. Aku belum sempat mereparasi dan mengecatnya tapi anakku masih tetap enjoy memainkannya.

Read More......

Selasa, April 08, 2008

Jadi Petani Ember Versi 2


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Benih Sintanur & Gelas Plastik

Serangan hama tikus sudah menghancurkan semua bibit padiku yang berjumlah 12 hektar….eh,….. 12 biji! Benar-benar mengenaskan, “bayi-bayi padiku” semuanya terpisah antara akar dan batangnya. Jadi petani Ember versi 1 sudah gagal. Sekarang Jadi Petani Ember Versi 2 dimulai.

Setelah sejenak “meratapi” kepergian bayi-bayi padiku, aku mulai bangkit lagi. Persediaan benih padiku masih “berlimpah” jadi tidak ada alasan untuk berhenti mencoba.

Minggu, 6 April 2008 aku merendam 10 butir benih padi unggul varietas Sintanur dalam air tawar biasa. Sebelumya benih dites dulu dengan air garam. Semuanya tenggelam, berarti benihnya bagus.

Senin, 7 April 2008, aku mengambil 4 benih untuk disemai langsung. Dua benih aku semai di ember ukuran 45cm X 30cm yang sudah dilubangi bawahnya. Satu benih disemai dalam polybag ukuran 50cm X 50cm, dan satu benih aku berikan kepada tetangga sebelahku, Ibu Wenny, yang juga pengen coba jadi petani ember. Ibu Wenny hanya minta satu benih saja karena hanya punya satu pot untuk menanam, ukuran 30cm x 30cm. Sisa benih aku semai di pot kertas buatan sendiri.

Persediaan komposku masih sedikit, hanya cukup untuk mengisi satu ember dan satu polybag. Sisanya aku pakai kompos yang beli dari tukang tanaman. Kompos buatan sendiri aku campur dengan tanah merah dan pasir. Pertama, tanah merah dicampur pasir 1:1, kemudian campuran tanah+pasir tadi ditambah kompos dengan perbandingan 1:2. Satu bagian tanah+pasir, dua bagian kompos.

Untuk mencegah serangan tikus dan melindungi dari hujan, benih aku tutup dengan gelas plastik yang dibolong-bolong. Sore hari benih ditutup dengan gelas plastik, pagi hari gelas plastik dibuka.

Selama satu hari ini benihku aman dari tikus dan hujan deras. Tapi tidak aman dari ayam tetangga yang berkeliaran! Tadi sore ada ayam didekat ember tempat pesemaian padi, aku langsung keluar dan mengusirnya. Tapi terlambat, benihku sudah hilang 1, punya Ibu Wenny juga hilang, malah tanahnya juga berantakan. Aduh…. Baru satu hari sudah kena masalah. Repot juga kalo punya rumah tidak ada halamannya.

Benih yang hilang aku ganti dengan mengambil benih yang ada di pot kertas. Biar aman, mungkin sementara gelas plastik tidak usah dibuka dulu sampai padinya tumbuh. Nanti kalau sudah tumbuh dan tambah tinggi, perlu dicarikan pengaman yang lain.

Susah bener jadi petani……

Read More......

Minggu, April 06, 2008

Tikus-tikus Nakal.....


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Serangan Tikus

Bertanam padi dalam pot merupakan keinginanku sejak membaca artikel Pak Sobirin pemilik blog "sampah diolah menjadi berkah". Keinginan itu terwujud ketika Pak Sobirin mengirimkan segenggam benih padi unggul varietas Sintanur.


Semula aku mengira menanam padi itu mudah, ternyata baru dijalani beberapa hari saja aku sudah mengalami masalah besar, yaitu serangan hama tikus!

Hari ini semestinya menjadi hari yang penuh semangat buatku. Padi yang kusemai tanggal 31 Maret 2008 sudah waktunya pindah tempat. Semula padi aku semai dalam pot kertas buatan sendiri, kemudian akan kupindahkan ke pot yang lebih besar. Aku sudah mempersiapkan 4 buah ember ukuran 45cm X 30cm yang sudah dilubangi bawahnya. Selain itu aku juga sudah mempersiapkan beberapa buah polybag ukuran 50cm X 50cm. Aku betul-betul sudah siap jadi petani ember.

Pagi ini, begitu bangun aku langsung teringat sama "bayi-bayi" padiku. Aku langsung keluar menuju ke teras tempat persemaian. Hah! aku kaget sekali...., padiku sudah berantakan, sebagian potnya hancur, tanahnya berhamburan. Dan disekitarnya ada jejak-jejak kaki tikus. Aduh, sedih..... banget! apalagi pas liat tinggi tunas padi sudah 5cm-an. Semua hancur, tidak ada yang bisa diselamatkan.

Bagiku, kecewa dan sedih boleh-boleh saja, tapi jangan berlarut-larut. Segera mulai lagi dari awal untuk mengejar ketinggalan. Aku masih punya banyak benih padi, jadi tidak ada alasan untuk berhenti. Selama masih ada benih, usaha jalan terus.......

Pagi ini aku merendam 10 butir gabah dalam air tawar biasa. Sebelumnya aku tes dulu dengan air garam. Semuanya tenggelam, berarti benihnya bagus. Besok aku mau semai langsung aja ke dalam pot dan ditaruh di tempat yang aman. Semoga saja tikus-tikus nakal tidak mengganggu lagi.


Dari pengalaman ini, aku jadi sadar bahwa
menjadi petani itu tidak mudah. Aku yang kehilangan 12 butir gabah aja kecewa banget, apalagi petani yang kehilangan berhektar-hektar karena serangan hama atau banjir. Belum lagi nanti kalo hasil panenan dihargai sangat murah. Rasanya tidak sebanding dengan pengorbanannya

Read More......

Jumat, April 04, 2008

Jadi Petani Ember


Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008, Padi Hari ke-4
Artikel Pak Sobirin tentang tanam padi dalam pot benar-benar membuatku penasaran (http://clearwaste.blogspot.com). Saking penasarannya, setiap pagi aku cari-cari gabah pada beras yang mau ditanak.


Pernah suatu hari aku nemu sebutir gabah. Gabah itu langsung aku tanam di pot semai. Setelah 3 hari tidak muncul tanda-tanda kehidupan, aku congkel-congkel lagi tanahnya, ternyata gabahnya jadi busuk, saat dipegang langsung hancur. Keinginan menanam padi jadi tertunda.

Beberapa hari kemudian, secara tak terduga, Bapak Sobirin menghubungi aku, mau kasih benih padi unggul varietas sintanur. Kita mau lomba jadi petani ember. Wow! tentu saja aku seneeeeeng banget!!! Akhirnya keinginan menanam padi bisa terwujud.


Kiriman benih dijanjikan tiba hari Sabtu, 29 Maret 2008 sebelum jam lima sore. Ternyata tepat waktu, jam empat sore paket benih sudah aku terima. Waduh, aku tuh rasanya kaya terima hadiah undian saja. Bener lho, buka kardusnya sampe gemeteran... (norak ya.....he.he.he.)


Semula benih mau direndam besoknya, tapi ternyata aku sudah tidak sabar pengen segera mulai. Jadi jam 10 malam, sebelum tidur aku rendam benih padi dulu. Aku ambil 12 biji. 6 biji aku rendam pake air biasa, 6 biji aku rendam pake MOL tapai.


Hari Minggunya aku gak sempat menyemai, baru hari Senin, 31 Maret 2008 padi aku semai di pot semai kertas buatanku. Sekalian buat ngetes pot semainya. Pot semai aku isi dengan campuran kompos buatan sendiri + tanah merah + sedikit pasir halus lalu disiram (dibasahi) dengan MOL tapai encer 1:15. Setelah itu benih ditaruh diatasnya.


Benih-benih ini begitu membuatku penasaran sehingga setiap melewati, aku selalu mengamatinya, kalau-kalau sudah muncul akar atau tunasnya. Ternyata suamiku juga mengamati aku, sampai-sampai dia bilang, "Kayanya baru saja dilihat, kok sekarang sudah dilihat lagi.... Mestinya kan besok lihatnya..." Hihihi.... namanya juga orang penasaran.....


Aku merawat benih padiku seperti merawat bayi. Kalau pagi aku taruh di tempat yang agak kena sinar matahari, agak siangan aku taruh di tempat yang teduh. Kalo sore aku taruh di teras biar aman jika sewaktu-waktu hujan. Menyiramnya juga harus hati-hati sekali, harus pas. Kalau terlalu banyak, benih bisa hanyut dan pot kertas juga bisa sobek. Cara menyiramnya dikucurkan aja pake tangan, kadang juga pake sedotan. Diteteskan pas diatas benih. Penyiramannya pagi dan sore.


Hari ini, hari ke-4, semua benih padiku sudah berkecambah, warnanya putih, bagian ujungnya samar-samar ada semburat warna hijau muda. Kayanya merendam pake MOL encer dan pake air tawar biasa tidak ada perbedaan. Pertumbuhannya sama.


Sekarang aku sedang mempersiapkan pot untuk menanamnya. Aku beli 4 buah ember diameter 45cm dan tinggi 30cm. Bagian bawahnya dilubangi untuk aliran air. Selain ember, aku juga akan menanam padi dalam polybag ukuran 50cm x 50cm soalnya kalo pake ember semua tidak ada tempat untuk naruhnya.


Media tanam juga sudah aku siapkan. Tapi sayang, nanti tanaman padiku tidak semuanya pake kompos bikinan sendiri. Belum cukup. Hanya beberapa saja yang pake kompos sendiri, sisanya kompos beli. Yah, tidak apa-apa, yang penting kan MOL-nya buatan sendiri.

Read More......

Kamis, April 03, 2008

Nugroho Adhi, MOL Tapai, dan Kacang Panjang

http://alonrider.wordpress.com/

Foto: Nugroho Adhi

Nugroho Adhi, pemilik blog “alonrider”, telah membagikan ilmu per-MOL-an kepada tetangganya yang hobby menanam. Berikut ini adalah cerita Nugroho Adhi kepada Bapak Sobirin, sang penemu MOL tapai. Semoga pengalaman Nugroho Adhi ini dapat ditularkan kepada lebih banyak orang lagi.




Kacang Panjang MOL Tapai dan Non MOL Tapai

Selamat malam Pak Sobirin, maaf lama tak memberi kabar. Ya begitulah kesibukan saya sebagai seorang buruh...hehehe...


Saya mau berbagi cerita dan foto soal MOL tapai nih. Ceritanya, tetangga tertarik untuk aplikasi pupuk MOL tapai. Setelah saya beritahu caranya - 1 bagian MOL dicampur dengan air 15 bagian - dia mulai gunakan untuk memupuk tanaman kacang panjangnya.


Walau agak kurang percaya dia coba juga. Sebagai perbandingan dia tidak menggunakan MOL seluruhnya. Setengah lahan pakai MOL, dan setengah lahan lainnya tidak digunakan apa-apa.


Sekitar minggu kedua, dia bercerita kalau daun kacang panjang yang diberi MOL tapai ukurannya lebih besar dibandingkan yang tidak pakai MOL. Sore tadi (22/3/08), atau kira-kira sebulan setelah dia tanam kacang panjang, saya menengok tanaman kacangnya.


Ternyata benar, daun kacang panjangnya kelihatan lebih hijau segar dan lebar-lebar dibandingkan lahan yang tidak disiram MOL tapai. Dia mengaku tidak begitu rajin menyiramnya. Namun hasilnya sudah berbeda.


Itu pengakuannya kepada saya dan istri saya yang menengok lahan kecil di belakang rumahnya. Terus terang saya bahagia mendengarnya. Tak ada yang paling membahagiakan saya di dunia ini ketika ilmu yang kita dapat bermanfaat bagi orang lain.


Kebetulan tetangga saya itu bukan orang berkecukupan. Rumahnya pun "menumpang" punya suadara yang kosong dan minta untuk dirawat dengan baik. Tetangga saya itu sejak mula memang hobi menanam. "Anak saya banyak, kalau sayur saya tanam sendiri, panennya bisa mengurangi pengeluaran," katanya. Sebuah alasan yang sangat rasional.


Saya berharap, dengan lahan yang tak seberapa dia punyai itu, tetangga saya bisa hidup lebih mandiri. Saya membayangkan, ke depannya, bila dia istiqomah, selain mampu mencukupi kebutuhan masakan sayur keseharian, tetangga saya itu bisa sedikit berjualan di sekitar kompleks.


Dengan harga yang sama, tapi sayurnya lebih segar dan besar, pasti orang akan tertarik membelinya. Bukan begitu kan pak?


Berikut saya lampirkan foto-foto kacang panjang pakai MOL dan kacang panjang non MOL. Oh, iya tulisan ini nantinya setelah Pak Sobirin up-load, juga akan saya unggah di blog saya.


Salam,
NUGROHO ADHI

Read More......