Rabu, Juni 25, 2008

Oleh-oleh dari Kampung

Oleh: Christine

Foto: Christine, 2008

Kangen rumah nih, sama udaranya yang segar, suara air sungai, Gunung Merapi yang kelihatan dari belakang rumah, dantuplak-tuplak’ suara sepatu kuda saat menarik dokar yang membawa penumpang ke pasar.



Rabu, 18 Juni 2008 aku mudik ke kampung halamanku di sebuah kota kecil di Kabupaten Magelang.Berangkat dari Semarang jam 12 siang, naik bis Joglosemar. Nyampe di tujuan jam 3-an sore, jalanannya agak macet.

Hari pertama disana, aku menemukan sebuah TPS yang dulunya bau dan kotor sekarang jadi bersih dan rapi karena TPS tersebut melakukan pemilahan sampah dan mengolah sampah organik menjadi kompos. Wah, andai saja TPS di Semarang (dekat rumahku) juga seperti itu….

Beberapa hari di kota kecil membuat aku jadi fresh dan sejenak melupakan gerahnya kota Semarang.




Selama liburan aku menyempatkan diri jalan-jalan di pematang sawah, tempat aku bermain waktu kecil. Bernostalgia sambil nunjukin ke anak kalo mamanya adalah “cah ndeso”, hehehe….

Disini padi gak ada musim tanamnya, mau tanam kapan saja oke karena selalu ada air mengalir di parit atau selokan.



Ke peternakan sapi perah di desa Turi, Sleman Yogyakarta. Pemerahan dilakukan pagi dan sore. Katanya, kalo sapinya lagi fit, sekali perah bisa menghasilkan 15 liter susu. Kalo sapinya habis melahirkan dapet 5 liter susu sudah bagus.



Metik belimbing di kebun. Pohonnya gak terlalu tinggi tapi buahnya lumayan lebat. Habis dipetik, dicuci terus di-jus. Sueger tenan...



Barisan suplir dalam guci kuno




Tanaman pegagan yang katanya dapat menurunkan tensi.



Hawa dingin membuat anakku tidur pulas, ngorok pula!






Ber-agrowisata di kebun stroberi yang terletak di kaki Gunung Merapi. Sayang, waktu itu stroberi yang matang cuma sedikit dan kecil-kecil. Gunung Merapinya juga pas gak kelihatan padahal pemandangannya kereeen banget!!!



Selama liburan sempat juga nih ngerajut sarung HP....



Sebelum pulang ke Semarang mampir dulu di kebun kopi Banaran, Bawen. Pemandangannya bagus banget! Disini aku baru tahu kalo kopi luwak yang banyak disukai orang itu asalnya dari biji kopi yang terdapat pada kotoran luwak..... huek!!


Read More......

Senin, Juni 16, 2008

Pot Kulit Telur

Oleh: Christine

Foto: Christine, 2008, Pot Kulit Telur

Kulit telur, walaupun merupakan barang buangan tapi masih banyak manfaatnya. Dulu, jaman masih SD, kulit telur sering digunakan pada pelajaran prakarya. Dibuat kepala boneka atau disatukan kembali, digambari/ditempel kertas warna-warni menjadi telur hias.



Dalam kegiatan berkompos, kulit telur berguna sebagai bahan kompos. Kulit telur yang akan dikomposkan sebaiknya diremukkan dulu agar lebih mudah terurai.

Dalam berkebun, kakak saya selalu menaruh kulit telur yang sudah diremukkan di atas permukaan tanah di pot dan diatas media tanam anggrek. Katanya bisa menyuburkan tanaman. Entah benar atau tidak, yang jelas koleksi tanaman kakak saya tumbuh subur dan anggreknya juga rajin berbunga tanpa penambahan pupuk kimia.

Satu lagi pemanfaatan kulit telur, yaitu sebagai pot persemaian. Sifatnya yang keras membuat pot semai dari kulit telur tahan terhadap air dan panas. Tidak seperti pot semai dari bubur kertas yang akan hancur jika terlalu banyak air atau berjamur jika tidak kena panas.

Agar kulit telur dapat dijadikan sebagai pot semai: satu, pecahkan kulit telur di bagian atas sehingga tersisa lebih banyak ruang untuk akar tanaman. Dua, sebelum digunakan, cuci kulit telur sampai bersih untuk menghilangkan bau amis lalu tiga, lubangi bagian bawah telur dengan tusuk gigi. Lubang ini untuk mengeluarkan kelebihan air. Setelah itu, empat, isi kulit telur dengan media tanam dan benih yang akan disemaikan.

Jika tanaman sudah waktunya dipindahkan ke wadah yang lebih besar, kulit telur tinggal ditanam saja . Sebaiknya sebelum ditanam kulit telur diremukkan dulu agar akar tanaman bisa tumbuh bebas.

Mengurangi sampah sambil menghijaukan kebun sungguh mengasikkan…..


Read More......

Padi Sintanur Umur 2 Bulan 10 Hari

Oleh: Christine

Foto: Christine, 2008, Sintanur beranak-pinak

Padi varietas unggul Sintanur yang kutanam sejak 7 April 2008 sekarang sudah beranak banyak. Berapa gangguan sempat muncul tapi sampai saat ini masih bisa teratasi.


Minggu, 6 April 2008 aku merendam 10 butir benih padi dalam air tawar biasa.

Senin, 7 April 2008, benih padi disemai secara langsung dalam ember ukuran 45cm X 30cm dan polybag ukuran 50cm X 50cm.

Senin, 14 April 2008, tunas padi mulai berdaun 2 helai

Selasa, 22 April 2008, Tinggi pohon sudah lebih dari 20cm, daun terpanjang mencapai hampir 30cm.

Minggu ketiga mulai muncul anakan-anakan.

Minggu keempat tinggi pohon mencapai 47cm.

Umur padiku sekarang 2 bulan, 10 hari. Tanamannya sudah tinggi dan anakannya banyak. Selama sebulan terakhir ini ada saja yang mengganggu pertumbuhan padiku, seperti tanaman ambruk kena luapan air talang, akar padi jadi sarang semut, daun rusak dimakan belalang, dan akar padi dimakan uret... Beberapa bisa diatasi, tapi ada juga yang tidak teratasi sehingga menyebabkan tanaman mati. Dari 10 benih yang kutanam, 5 hidup dan 5 mati.

Tanaman padi yang tersisa tumbuh dengan baik, pemberian MOL seminggu dua kali dan penyiraman sehari 2 kali, pagi sore. Kalau sesuai dengan “aturan”, mestinya sebentar lagi bulir padi mulai muncul. Katanya sih, padi jenis ini bisa dipanen umur 3-4 bulan dengan hasil panen minimal 3 ons per bulir padi yang ditanam.

Aku tidak begitu yakin padiku bisa dipanen umur 3-4 bulan. Rasanya sekarang ini pertumbuhannya “lambat”, tidak secepat sebelumnya. Tanda-tanda akan muncul bulir padi juga belum ada (batang padi jadi ‘gendut’).

Ah! Bikin penasaran saja….

Read More......

Rabu, Juni 11, 2008

Panen Kompos dari Komposter Tong Plastik

Oleh: Christine

Foto: Christine, 2008, Panenan Kompos

Komposter aerobku dibuat dari tong plastik ukuran 70 liter. Tong ini kemudian dibuatkan pintu untuk memanen kompos dan seluruh sisi tong diberi lubang untuk sirkulasi udara. Pembuatannya ada di blog ini tanggal 4 Mei 2008.


Komposter tong plastik mulai aku gunakan tanggal 4 Mei 2008, diisi dengan daun-daun hasil benah-benah kebun. Setiap hari tong ini diisi dengan sampah dapur non protein dan sumbangan sampah dari para tetangga yang males bikin kompos sendiri.

Ternyata tong ini “makannya banyak!Setiap hari diisi gak penuh-penuh sampai-sampai aku motongin rumput di pinggiran lapangan voli yang ada di depan rumahku biar cepet penuh.

Akhirnya tanggal 3 Juni 2008 komposter aerob tong plastik penuh juga. Sejak hari itu aku tidak memasukkan bahan kompos ke dalam tong ini lagi. Bahan kompos yang baru aku masukkan ke dalam keranjang bambu sebagai komposter sementara sambil menunggu komposter tong plastik dipanen.

Selama proses pematangan, aku agak mengalami kesulitan dalam mengaduk kompos. Satu; karena peralatan yang tidak memadai. Dua; karena lubang di badan tong terlalu kecil sehingga tidak dapat ditusuk-tusuk dari luar. Komposku juga sempat menjadi becek karena kurangnya sirkulasi udara.

Untuk menyelamatkan kompos terpaksa separoh isi tong dipindahkan ke ember besar dan diaduk-aduk kemudian diangin-anginkan sebentar. Separoh kompos yang masih di dalam tong juga diaduk-aduk rata dan diangin-anginkan sebentar. Setelah itu kompos yang di ember dimasukkan lagi ke dalam tong dan tong ditutup dengan saringan bambu (irig) agar tidak ‘kegerahan’. Tutup tong yang asli ditutupkan mulai malam hari untuk melindungi jika sewaktu-waktu turun hujan.

Pagi ini aku melihat hampir seluruh bagian kompos sudah menghitam, hanya belum seluruhnya hancur, masih ada yang berupa potongan-potongan daun. Kompos sudah berbau tanah dan suhunya sudah dingin. Mestinya kompos akan dipanen minggu depan tapi karena bagian bawahnya agak becek maka aku panen hari ini saja. Kompos aku pindahkan ke ember besar, ada 2 ember penuh. Kompos ini akan aku biarkan dulu di ember sambil diangin-anginkan dan diaduk-aduk setiap hari. Kalau sudah kering dan hancur seperti tanah, baru digunakan untuk menanam.

PR-ku sekarang adalah memperbaiki sirkulasi udara pada tong plastik supaya hasil panenan berikutnya lebih bagus.

Read More......

Sabtu, Juni 07, 2008

Koleksi Foto

Oleh: Christine
Foto: Christine, 2008

Berkompos dan berkebun telah menimbulkan sebuah efek samping yang tak dapat dihindari, yaitu kebiasaan baru jepret sana jepret sini untuk medokumentasikan semua kegiatan. Walaupun hasilnya tidak terlalu bening tapi aku sudah cukup puas dengan hasil jepretanku. Paling tidak aku merasa happy saat melihat foto-foto ini.



Awas, ada raksasa di ladang............


buah ciplukan


Asiknya metik buah ciplukan


Kok pistolnya nggak bica bunyi dol...dol..dol...?


Hama terong


Yuk makan kangkung organik biar sehat...


Padi dan embun pagi


Padi kebanjiran


Ini cabe apa, Red Savina Habanero atau Havana?


Belimbing wuluhnya kakakku di Muntilan


Hey! Lagi ngapain.....?

Read More......